Menurut legenda, sejarah Candi Prambanan dibangun atas permintaan Roro Jonggrang yang menginginkan candi dalam waktu semalam. Raden Bandung Bondowoso yang saat itu lagi bucin-bucinnya, menuruti permintaan sang calon’ kekasih. Konon, ia menggerakkan pasukan jin untuk membangun candi tersebut semalaman. Namun, pada akhirnya tetap gak berhasil, karena hanya jadi 999 candi setelah ayam berkokok. Nah, itu cerita legendanya, bagaimana dengan sejarah sebenarnya?Sejarah Candi Prambanan, bukti kejayaan Hindu di tanah Jawailustrasi Candi Prambanan kokoh di sisi timur Yogyakarta, kamu akan dengan mudah menemukan candi ini di pinggir jalan arah ke Klaten. Kompleks candi yang jadi situs warisan dunia UNESCO pada 1991 ini, memiliki taman luas dengan pagar hijau. Bangunan utamanya sedikit terlihat dari jalan sejarah Candi Prambanan, mengajakmu kembali ke abad ke-8 Masehi, awal mula bangunan megah ini digunakan. Candi Prambanan sendiri diketahui, diresmikan pada pemerintahan Kerajaan Medang Mataram atau Mataram Kuno. Menurut candrasengkala, rumusan penanggalan pada prasasti Siwagrha menunjukkan tahun peresmian candi, tepatnya pada 778 Saka atau 856 Masehi. Dilansir Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta milik Kemdikbud, peresmian dilakukan oleh seorang raja bernama Jatiningrat. Sayangnya, gak ada informasi lebih lanjut terkait siapa sosok situs Perpustakaan Nasional Indonesia, menuliskan pembuatan atau peresmian Candi Prambanan diduga berlangsung pada pertengahan abad ke-9. Pada tahun tersebut, kerajaan Medang Mataram dipimpin oleh raja dari Wangsa Sanjaya, Raja Balitung Waya Sambu. Sumber ini merujuk pada prasasti serupa yang saat ini tersimpan di Museum Nasional di pembangunan Candi PrambananCandi Prambanan sebagai salah satu peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu yang ada hanya sebatas perkiraan dan interpretasi ahli berdasarkan prasasti yang ditemukan. de Casparis, seorang filolog asal Belanda, menyampaikan, seenggaknya ada tiga poin penting dalam prasasti Prasasti Siwagrha merupakan prasasti yang menggunakan bahasa Jawa Kuno, berisi peristiwa sejarah yang terjadi pada abad IX Masehi dan menyebutkan gugusan candi. Kedua, peresmian kapan pembangunan Candi Prambanan yang bertujuan sebagai bangunan suci untuk Dewa tersebut berkaitan dengan prasasti yang disebut Siwagrha atau Siwalaya. Artinya, 'Rumah Siwa' atau 'Kuil Siwa', yang dikaitkan dengan Candi Prambanan. Ketiga, perintah pembangunan Candi Prambanan setelah tokoh bernama Jatiningrat diidentifikasi sebagai Rakai Pikatan menang dari peperangan dan menyerahkan takhtanya kepada Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala. Pendapat lainnya dari Boechari mengartikan, 'uparata' dalam prasasti sebagai kata mangkat atau wafat. Artinya, pembangunan sejarah Candi Prambanan ditujukan sebagai dharma atas mangkatnya Rakai Pikatan. Pendapat kedua ini, dikuatkan dengan isi dari prasasti Wanua Tengah IIIyang berisi pengangkatan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala, setelah kematian Rakai ahli juga menunjukkan bahwa prasasti yang sama menyebutkan proses pengalihan aliran sungai setelah kuil Siwa Siwalaya selesai dibangun. Selain itu, disebutkan juga bahwa telah diresmikan tanah batas-batas percandian dan penetapan sawah-sawah menjadi swah dharmma bagi rumah Siwa. Hal tersebut membuat ahli sepakat bahwa yang dimaksud dalam prasasti Siwagrha merupakan Candi Prambanan. Dengan bukti geografis adanya gugusan candi Hindu dibuktikan dengan arca yang bangunan pusatnya dipagari dengan tembok keliling dan candi-candi perwara. Lalu, letaknya berhimpit dengan aliran sungai yang kini diberi nama Sungai Opak. Baca Juga Masih Misterius, 8 Teori Unik Pembangunan Candi Borobudur Candi Prambanan dan Hindia Belandailustrasi peninggalan kerajaan Mataram Kuno dok. Museum NusantaraFast forward, setelah zaman kerajaan berlalu dan masuk era kolonialisme, sejarah Candi Prambanan sedikit terlupakan. Kemegahannya baru kembali dilirik setelah Lons melaporkan penemuan kembali reruntuhan Candi Prambanan. Pada 1773, ia menemukan bagian terbesar Candi Syiwa. Upaya penggalian pertama selesai pada 1885, cukup lama setelah penemuannya. Proyek ini berada di bawah kendali Groneman dengan aktivitas menghilangkan rerumputan serta mengelompokkan kembali baru-baru reruntuhan pemugaran dimulai kembali pada 1902 oleh van Erp. Pada era ini, batuan Candi Prambanan dikelompokkan dengan lebih spesifik. Lanjut pada tahun 1918, pemugaran kembali dilakukan di bawah pengawasan Dinas Purbakala Hindia-Belanda atau Oudheidkundige Dienst, yang dipimpin oleh Perquin. Tahapan ini menghasilkan rekonstruksi Candi pada 1926, di bawah pimpinan De Haan, melanjutkan perkembangan yang dikerjakan Perquin. Candi Syiwa pun makin disempurnakan dan mulai rekonstruksi Candi Apit. Setelah meninggalnya De Haan, pemugaran dilanjutkan oleh van Romondt pada 1932 dan merampungkan konstruksi Candi pemugaran oleh Hindia Belanda ini terhenti pada 1942, saat calon negara Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Perbaikan baru dilanjutkan setelah perang dan pengalihan pemerintahan dan berhasil menyelesaikan dua Candi Apit pada dan bangunan Candi Prambananilustrasi Candi Prambanan komplek Candi Prambanan asli berbentuk persegi panjang. Keseluruhan area terbagi menjadi tiga bagian, Jaba bagian luar, Tengahan bagian tengah, dan Njeron bagian dalam. Bagian luar merupakan area pagar bebatuan yang kini tinggal reruntuhannya. Seluruh area njaba memiliki luas sekitar 390 meter persegi. Saat ini, pelataran luar tinggal area kosong saja. Gak diketahui apakah sebelumnya pernah ada bangunan atau hiasan tengah berbentuk persegi dengan luas 222 meter persegi. Mirip dengan pelataran depan, tengahan juga memiliki pagar yang telah runtuh. Bagian tengah ini memiliki empat teras teras terbawah yang paling kecil, ada 68 candi kecil berderet melingkar yang saling terhubung antar pintu. Teras kedua terdapat 60 candi, ketiga 52 candi, dan teratas ada 44 candi. Namun, nyaris seluruh bangunan candi telah hancur dan tersisa reruntuhan batunya pelataran belakang, terdapat dua candi yang berdiri tegak membujur dari utara dan selatan. Di barisan barat, terdapat tiga candi menghadap timur. Yang paling utara bernama Candi Wisnu, di tengah ada Candi Syiwa, dan selatan ada Candi Brahma. Di sebelah timur, ada tiga buah candi yang disebut sebagai wahana kendaraan. Disebut demikian karena masing-masing candi diberi nama kendaraan dewa, seperti Candi Garuda kendaraan Wisnu, Candi Nandi lembu kendaraan Syiwa, dan Candi Angsa kendaraan Brahma. Masing-masing candi memiliki denah yang sama. Berbentuk bujur sangkar dengan luas 15m2 dan tinggi 25m. Di ujung utara dan selatan lorong penghubung candi juga terdapat candi lain yang disebut Candi Apit. Dilansir Badan Otorita Borobudur, jumlah keseluruhan candi di kompleks Prambanan berkisar sekitar 240 bangunan dengan berbagai ukuran. Namun, yang berhasil dipugar hanya 18 candi dan sisanya dalam bentuk batuan yang berserakan. Meski bukan berjumlah candi, kisah kegagalan Bandung Bondowoso sangat melekat di hati masyarakat Indonesia terkait sejarah Candi Prambanan. Termasuk pula, kutukan Roro Jonggrang menjadi arca. Hingga saat ini, Arca Roro Jonggrang masih bisa dijumpai di kawasan Candi Prambanan. Nah, menurutmu, apakah legenda tersebut benar-benar terjadi? Baca Juga 7 Lukisan Raden Saleh yang Memesona di Mata Dunia, Fenomenal Lho!
Candi Jawi Nama sebagaimana tercantum dalamSistem Registrasi Nasional Cagar Budaya Struktur candi yang bagian bawahnya dari batu hitam dan di bagian atasnya dari batu putih. Cagar budaya Indonesia Peringkat Nasional Kategori Situs No. Regnas Lokasikeberadaan Prigen, Pasuruan, Jawa Timur No. SK SK Menteri No. 177/M/1998 Tanggal SK 21 Juli 1998 Pemilik Indonesia Pengelola Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur Koordinat 7°39′45″S 112°40′04″E / / Candi Jawi Lokasi candi Jawi di kabupaten Pasuruan Tampilkan peta Surabaya dan Malang Lokasi candi Jawi di kabupaten Pasuruan Tampilkan peta Provinsi Jawa Timur Candi Jawi nama asli Jajawa / ꦗꦗꦮ adalah candi yang dibangun sekitar abad ke-13 dan merupakan peninggalan bersejarah Hindu-Buddha Kerajaan Singhasari yang terletak di kaki Gunung Welirang, tepatnya di Desa Candi Wates, Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, sekitar 3 kilometer dari pusat kota Pandaan.[1] Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan – Kecamatan Prigen dan Pringebukan. Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, tetapi sebenarnya merupakan tempat pendharmaan atau penyimpanan abu dari raja terakhir Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara. Latar belakang Dalam Negarakertagama pupuh 56 disebutkan bahwa Candi Jawi didirikan atas perintah raja terakhir Kerajaan Singasari, Kertanegara, untuk tempat beribadah bagi umat beragama Siwa-Buddha. Raja Kartanegara adalah seorang penganut ajaran sinkretisme Siwa-Buddha.[1] Alasan Kertanegara membangun candi Jawi jauh dari pusat kerajaan diduga karena di kawasan ini pengikut ajaran Siwa-Buddha sangat kuat. Rakyat di daerah itu sangat setia. Sekalipun Kertanegara dikenal sebagai raja yang masyhur, ia juga memiliki banyak musuh di dalam negeri. Kidung Panji Wijayakrama, misalnya, menyebutkan terjadinya pemberontakan Kelana Bayangkara. Negarakertagama mencatat adanya pemberontakan Cayaraja. Ada dugaan bahwa kawasan Candi Jawi dijadikan basis oleh pendukung Kertanegara. Dugaan ini timbul dari kisah sejarah bahwa saat Dyah Wijaya, menantu Kertanegara, melarikan diri setelah Kertanegera dikudeta raja bawahannya, Jayakatwang dari Gelang-gelang daerah Kediri, dia sempat bersembunyi di daerah ini, sebelum akhirnya mengungsi ke Madura. Struktur dan kegunaan bangunan Candi Jawi menempati lahan yang cukup luas, sekitar 40 x 60 meter persegi, dan terbuat dari batu andesit yang dikelilingi oleh pagar bata setinggi 2 meter. Bangunan candi dikelilingi oleh parit yang saat ini dihiasi oleh bunga teratai. Bentuk candi berkaki Siwa, berpundak Buddha. Ketinggian candi ini sekitar 24,5 meter dengan panjang 14,2 m dan lebar 9,5 m.[1] Bentuknya tinggi ramping seperti Candi Prambanan di Jawa Tengah dengan atap yang bentuknya merupakan paduan antara stupa dan kubus bersusun yang meruncing pada puncaknya. Pintunya menghadap ke timur. Posisi pintu ini oleh sebagian ahli dipakai alasan untuk mempertegas bahwa candi ini bukan tempat pemujaan atau pradaksina upacara penghormatan terhadap dewa, disebut Dewayadnya atau dewayajña, karena biasanya candi untuk peribadatan menghadap ke arah gunung, tempat yang dipercaya sebagai tempat persemayaman kepada Dewa. Candi Jawi justru membelakangi Gunung Penanggungan. Sementara ahli lain ada pula yang beranggapan bahwa candi ini tetaplah candi pemujaan, dan posisi pintu yang tidak menghadap ke gunung karena pengaruh dari ajaran Buddha. Arkeologi Keunikan Candi Jawi adalah adanya relief di dindingnya. Sayangnya, relief ini belum bisa dibaca. Bisa jadi karena pahatannya yang terlalu tipis, atau karena kurangnya informasi pendukung, seperti dari prasasti atau naskah. Negarakertagama yang secara jelas menceritakan candi ini tidak menyinggung sama sekali soal relief tersebut. Berbeda dengan relief di Candi Jago dan Candi Penataran yang masih jelas. Salah satu fragmen yang ada pada dinding candi, menggambarkan sendiri keberadaan candi Jawi tersebut beserta beberapa bangunan lain disekitar candi. Tampak Jelas pada fragmen tersebut pada sisi timur dari candi terdapat candi perwara sebanyak tiga buah, tetapi sayang sekali kondisi ketiga perwara tersebut saat ini bisa dibilang rata dengan tanah. demikan juga di fragmen tersebut terlihat jelas bahwa terdapat candi bentar yang merupakan pintu gerbang candi, terletak sebelah barat. Sisa-sisa bangunan tersebut memang masih ada, tetapi bentuknya lebih mirip onggokan batu bata, karena memang gerbang candi tersebut dibangun dari batu bata merah. Di samping relief yang terletak dibagian dinding candi, terdapat pula relief lain yang terletak di bagian dalam candi. Terletak tepat dibagian tengah candi yang merupakan bagian tertinggi dari bagian dalam candi, terdapat sebuah relief Dewa Surya yang terpahat jelas. Keunikan lain dari Candi Jawi adalah batu yang dipakai sebagai bahan bangunannya terdiri dari dua jenis. Bagian bawah terdiri dari batu hitam, sedangkan bagian atas batu putih. Sehingga timbul dugaan bahwa bisa jadi candi ini dibangun dalam dua periode yang berbeda teknik bangunan. Sejarah candi menurut Negarakertagama Nagarakertagama menyebut candi ini dengan nama Jajawa yang dikunjungi Raja Majapahit Prabu Hayam Wuruk sekitar tahun 1359 Masehi. Sang Raja singgah di candi ini untuk memberikan penghormatan dan persembahan untuk memuliakan kakek buyutnya Prabu Kertanegara.[2] Negarakertagama menyebutkan, di dalam bilik candi terdapat arca Siwa. Di atasnya arca Siwa terdapat arca Maha Aksobhya yang kini telah hilang. Ada sejumlah arca bersifat Siwa, seperti Nandiswara, Durga, Ganesa, Nandi, dan Brahma. Kakawin Negarakertagama menyebutkan bahwa pada saat candrasengkala atau pada tahun Api Memanah Hari 1253 Saka candi itu disambar petir. Saat itulah arca Maha Aksobaya raib. Dikisahkan Raja Majapahit Prabu Hayam Wuruk yang mengunjungi candi itu kemudian bersedih atas hilangnya arca tersebut. Walaupun telah ditemukan arca Maha Aksobaya yang kini disimpan di Taman Apsari, depan Kantor Persatuan Wartawan Indonesia PWI Jawa Timur, yang kemudian dikenal dengan Patung Joko Dolog, arca ini bukan berasal dari Candi Jawi. Ditulis bahwa setahun setelah Candi Jawi disambar petir, telah dilakukan pembangunan kembali. Pada masa inilah diperkirakan penggunaan batu putih. Namun, asal batu putih tersebut masih dipertanyakan, karena kawasan yang termasuk kaki Gunung Welirang kebanyakan berbatu hitam, dan batu putih hanya sering dijumpai di daerah pesisir utara Jawa atau Madura. Pemugaran dan usaha konservasi Candi Jawi dipugar untuk kedua kalinya tahun 1938-1941 dalam masa pemerintahan Hindia Belanda karena kondisinya sudah runtuh. Akan tetapi, renovasinya tidak sampai tuntas karena sebagian batunya hilang. Kemudian diperbaiki kembali tahun 1975-1980, dan diresmikan tahun 1982. Kini biaya pemeliharaan didapatkan dari sumbangan sukarela dari pengunjung maupun LSM lainnya. Bentuk bangunan Candi Jawi memang utuh, tetapi isinya berkurang. Arca Durga kini disimpan di Museum Empu Tantular, Surabaya. Lainnya disimpan di Museum Trowulan untuk pengamanan. Sedangkan yang lainnya lagi, seperti arca Brahmana, tidak ditemukan. Mungkin saja sudah berkeping-keping. Di gudang belakang candi memang terdapat potongan-potongan patung. Selain itu, terdapat pagar bata merah seperti yang banyak dijumpai di bangunan pada masa Kerajaan Majapahit, seperti Candi Tikus di Trowulan dan Candi Bajangratu di Mojokerto. Pemindahan peninggalan bersejarah Arca-arca peninggalan yang ditemukan di Candi Jawi telah dipindahkan, sebagian besar ke Museum, dan sebagian ke tempat komersial. Pemindahan arca-arca dari Candi Jawi ataupun candi lainnya ini mendapat banyak kritik dari sejarawan dan masyarakat setempat, karena walaupun pada satu sisi memang tepat untuk menghindarkan dari pencurian, pemindahan ini dianggap dapat mengurangi substansi sejarah peninggalan tersebut sehingga menjadi tidak lengkap untuk diapresiasi. Arca-arca yang dipindah dari lingkungan aslinya menjadi kehilangan nilai historisnya. Arca candi Jawi yang disimpan di Hotel Tugu Park, Malang, sebagai contoh, memang terawat baik, tetapi dianggap tercabut dari nilai historis dan ritualitasnya serta menjadi suatu hal yang cenderung dilematis. Galeri foto Referensi ^ a b c “Candi Jawi”. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-03. Diakses tanggal 21 Februari 2013. ^ “Shiwa – Buddha”. East Memory of Majapahit. Diakses tanggal 21 Februari 2013. Pranala luar Indonesia Situs web tentang candi dan wisata lain di Malang Diarsipkan 2009-04-30 di Wayback Machine. Wikimedia Commons memiliki media mengenai Candi Jawi .Analisispengarcaan dari candi 1 Bumiayu dimulai dari benda-benda yang dipegang dan menjadi tanda-tanda kekhususan meliputi sikap telapak tangan sikap lengan dan benda
- Candi Prambanan adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Bangunan candi ini dipersembahkan untuk Trimurti atau tiga dewa utama Hindu, yaitu Brahma dewa pencipta, Wisnu dewa pemelihara, dan Siwa dewa pemusnah. Di kompleks candi ini terdapat arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter, yang menunjukkan bahwa dewa Siwa lebih dengan Candi Borobudur, candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno ini juga dinobatkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada 1991. Lantas, siapa yang membangun Candi Prambanan dan bagaimana sejarah pembangunanya? Didirikan oleh Rakai Pikatan Candi Prambanan dibangun pada masa pemerintahan Raja Rakai Pikatan, yang memerintah Mataram Kuno antara 840-856 Pikatan mengawasi langsung pembuatan konstruksi dan desain percandian Loro Jonggrang, candi utama di Prambanan. Sedangkan candi-candi kecil lainnya yang berada di kompleks Candi Prambanan dibangun pada masa raja-raja berikutnya, bahkan hingga periode kekuasaan Rakai Watukara Dyah Balitung 898-915 M. Karena letaknya hanya berjarak 19 kilometer dari Borobudur, beberapa sejarawan menafsirkan latar belakang didirikannya Candi Prambanan adalah sebagai respon artistik, politik, dan agama terhadap pembangunan Borobudur. Baca juga Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno yang Membangun Candi Prambanan Proses pembangunan candi Menurut Prasasti Shivagrha, selama pembangunan Candi Prambanan, para warga melakukan pergeseran aliran sungai.OriTga3.